Senin, Maret 10, 2008

Islam Kita Hari Ini


Apa Kabar Islam Kita?
*) Oleh: Yasser Arafat


Katakanlah: Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: Bahwasannya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka apakah kamu berserah diri (kepada-Nya)?
(QS: 21: 108)


Saat ini banyak di antara umat Islam yang meyakini bahwa menjadi seorang muslim itu cukup hanya dengan membersihkan hati, plus sesekali mengikuti training-training kesalehan. Ada yang meyakini bahwa menjadi seorang muslim juga harus mampu membongkar tafsir teks suci dan mematutkannya dengan perkembangan peradaban.
Bagi para politisi, membentuk parpol Islam dengan basis massa dan kader yang disupport dari ormas Islam dan disusupkan ke masjid-masjid, adalah jalan lurus menuju kesempurnaan Islam. Lalu mereka duduk di parlemen dengan gaji tinggi plus aneka tunjangan tanpa harus pusing dengan kebijakan negara yang sering membuat kebijakan seenaknya.
Ada juga yang mengimani bahwa tidak sempurna keimanan seseorang jika tidak menonton kontes dakwah berikut mengirim dukungan SMS, atau menonton tayangan religius (mistycotainment) yang memvisualisasi azab Tuhan, neraka, dan setan dengan sangat konyol dan tolol. Selain itu, ada yang meyakini bahwa memakai jilbab dan baju koko gaul yang masuk rekor MURI, berbelanja makanan dan produk kecantikan berlabel halal di supermarket berinisial ke-arab-araban, juga merupakan kesempurnaan Islam.

Siapa yang (lebih) Sesat?
Itu semua bukan fiksi. Beberapa tahun ke depan, umat Islam Indonesia mungkin telah tidak lagi mengenal Islam sebagai agama yang mengatur setiap aspek kehidupan makhluk hidup di dunia ini. Sebab kebanyakan umat -dengan cara ber-Islamnya masing-masing- telah sibuk mengurusi hal-hal yang tidak jelas dan mubazir seperti di atas.
Bahkan baru-baru ini, umat disibukkan untuk merayakan hari-harinya dengan menertawai dan menghujat aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Sebuah kasus yang tidak jelas; sebentar sesat, sebentar tobat, besok muncul lagi, sesat lagi, lalu tobat lagi, dan begitu seterusnya.
Mengapa? Karena di Indonesia ini, hampir setiap tahun kita disapa oleh aliran-aliran baru yang tiba-tiba muncul dan tiba-tiba hilang. Sejak dulu ada aliran ini, lalu aliran itu, kemudian aliran anu. Lalu ada aliran baru lagi, kemudian sekarang ada aliran ini lagi, dan besok pasti akan ada aliran itu lagi.
Wah, bosan! Tidakkah kita menyadari bahwa fakta itu menyimpulkan bahwa semuanya tidak lebih hanya sendratari, sinetron picisan, atau proyek yang sengaja disutradarai oleh pihak tertentu untuk memecah belah perhatian umat di Indonesia.
Cobalah kita sadari, kala kita sibuk mengurusi aliran sesat yang tiba-tiba booming, pada saat yang sama pula pandangan kita (di)buta(kan) dari kasus yang lebih mengerikan dan lebih sesat!
Tahukah kita bahwa pada saat yang sama, harga BBM di tingkat dunia telah naik menjadi 100 Dollar AS per Barel yang menyebabkan pemerintah membatasi warganya untuk mengkonsumsi BBM. Hutan kita telah dibabat secara liar dan pelakunya justru dibebaskan oleh hukum. Korupsi yang terbongkar di BI, TKI yang dibunuh dan dipulangkan, akan disahkannya RUU BHP (Badan Hukum Pendidikan), semakin maraknya pembangunan supermarket, tercemarnya laut kita yang diakibatkan oleh limbah industri perusahaan asing, korban lumpur Lapindo yang dicuekin, serta masih banyaknya rakyat Indonesia yang makan nasi aking setiap harinya!
Anehnya, mengapa justru hanya orang yang mengaku nabi atau malaikat saja yang diberi fatwa sesat oleh MUI? Tidakkah aktor-aktor (baca: pemerintah) yang dua tahun lalu telah menaikkan harga BBM itu juga sama sesatnya? Bukankah menaikkan harga BBM itu lebih cepat membunuh daripada hanya mengaku menjadi nabi?
Tidakkah mengkomersialkan lembaga pendidikan itu bukan merupakan perbuatan yang sesat? Tidakkah membangun supermarket yang menyebabkan generasi kita lebih sering berbelanja daripada belajar dan beribadah ke masjid, merupakan pekerjaan sesat?
Tidakkah orang-orang yang menebang hutan secara liar lalu bebas, mendirikan industri yang mencemari lautan, dan menyebabkan perang saudara sebangsa dan setanahair (ingat kasus PT Freeport di Papua!), juga merupakan perbuatan sesat? Tidakkah mengeksploitasi perut bumi yang menyebabkan membanjirnya lumpur hingga satu kecamatan tergusur sama sesatnya dengan mengaku nabi?

Memahami Tauhid
Kalau memberantas aliran sesat itu adalah ajaran tauhid, bukankah memberantas dan melawan pemimpin yang menaikkan harga BBM dan mengkomersilkan pendidikan, membabat hutan, mencemari lautan, dan menghukum pemilik perusahaan yang menelantarkan korban lumpur dan sebagainya, juga merupakan ajaran tauhid? Mengapa tauhid hanya kita pahami cuma dalam urusan aliran sesat?
Itulah bukti bahwa sejak awal kita beragama, memang kita telah ter(di)sekulerkan! Seolah-olah tauhid itu hanya iman kepada Tuhan, Nabi, Malaikat dan lainnya. Jika ada yang mengaku menjadi nabi, maka itulah yang telah melakukan pebuatan syirik! Hemat saya, pemahaman tauhid seperti ini justru salah kaprah!
Bukankah tauhid juga berarti kita meyakini bahwa Allah SWT pasti murka atas mereka yang menaikkan harga BBM dan bahan pokok lainnya? Apakah kita tidak yakin kalau Allah SWT pasti marah melihat umatnya yang mengkomersialisasikan pendidikan seenaknya, membalak hutan, dan menelantarkan korban lumpur?
Apakah kita tidak percaya bahwa perang saudara-sebangsa karena sebuah perusahaan asing yang tidak peduli nasib penduduk pribumi pasti dilarang Allah SWT? Apa kita juga tidak sadar, kalau supermarket dan mall yang ramai berdiri itu akan lebih ramai dari masjid? Apakah kita tidak sadar kalau itu semua adalah syirik!!??


Agama yang Dimanipulasi
Itulah agama kita yang telah dimanipulasi oleh pasar, proyek ekonomi politik, epistem komersial, industri media, gejolak ereksi politik, sekularisasi, dan pemahaman dangkal atas tauhid. Itulah bukti bahwa kita –terlebih lagi saya- ini masih bodoh!
Bagi saya, gejala yang akut itu merupakan tindakan di ruang sadar kita yang telah disusupi oleh sistem kehidupan yang rusak. Belum lagi di segala penjuru, kapitalisme telah menunggu untuk mengaduk-aduk kita hingga kita pun hidup di dalam sistem kehidupan yang terintegrasi dengan motif ekonomi dan bandrol pasar.
Islam atau agama pada umumnya pun hidup di bawah hukum senang-senang, belanja, hedonisme, egoisme, dan amat rentan oleh manipulasi industri, politik, budaya, dan agregasi kepentingan. Islam dijadikan komoditi dalam transaksi perdagangan agama di pasar kepentingan ekonomi-politik. Tokoh-tokoh agama pun beralih profesi menjadi bintang iklan komersial, harus dibayar mahal, dan di saat-saat tertentu sang tokoh pun menjadi –meminjam Pierre Bordieu- tangan represif negara.
Akibatnya, Islam menjadi kabur kita pahami, dan realitas ini menjadi semu untuk kita telisik lebih dalam. Hingga ayat-ayat Tuhan di alam semesta ini bersembunyi!

Di Mana (Islam) Kita?
Umat menjadi pikun, egois, dan (di)lupa(kan) akan dunianya yang sekarat. Padahal di dunia itu ada; ribuan jiwa kekurangan gizi dan menderita busung lapar, kerusakan hutan, pencemaran lautan, pembunuhan TKI/TKW, illegal logging, komersialisasi pendidikan dan rumah sakit, birokrasi yang korup, serta pemerintah yang semakin menyengsarakan rakyat.
Saat TKI dibunuh, saat harga BBM dinaikkan, saat pendidikan dan rumah sakit semakin (di)mahal(kan), saat negara membuat kebijakan yang pro pasar, saat korupsi membuana, di manakah para alumni training kesalehan dan pemenang kontes dakwah itu? Mana mereka yang membongkar teks suci dan elit muslim yang menjadi representasi umat di parlemen? Mana para ulama yang sering mengeluarkan fatwa sesat? Lebih penting lagi, di manakah saya?
Selain cuap-cuap kosong dan solidaritas komersial, sepotong hilah pun tak hasil kita bentuk. Kaum intelektual asyik dengan proyek lembaga donor, ormas Islam hanya sibuk menggelar pertemuan, dan wakil rakyat gemar bagi-bagi kekuasaan!
Semua itu terjadi bukan karena kita dosa dan kotornya hati kita, bukan karena kita kurang didakwahi, bukan pula karena teks suci yang belum dibongkar, dan bukan pula karena iblis yang terus menghasut!
Tetapi tak lebih karena di sana ada sistem yang mem(di)buat segalanya menjadi korup. Hingga kita pun (di)lupa(kan) bahwa; mengaku sebagai nabi dan menaikkan harga BBM itu hukumnya sama-sama sesat! Itulah tanah-air kita yang sudah berurat-akar dan telah ratusan tahun kita bentuk. Wallahu a’lam bil-Apa Kabar Islam Kita?


*) Yasser Arafat
Penulis adalah Pimred Bulletin Jum’at “Jendral Sudirman” Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, Alumnus Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Ketagihan Baca?......