Jumat, Februari 01, 2008

Menunggu Masjid

Menunggui Masjid
*)Oleh: Miftah Rahmawati

Ada apa dengan masjid? Apa yang salah dengan masjid? Mungkin itu pertanyaan yang ada di benak pembaca saat membaca judul tulisan ini. Hemat saya, saat ini ada yang perlu kita refleksikan apa-apa yang terkait dengan masjid kita.
Selain sebagai tempat -maaf- buang air alternatif gratis, apakah fungsi masjid bagi kehidupan kita saat ini? Berapakah jumlah masjid yang ada di sekitar kita di Indonesia ini? Marilah kita hitung berapa jumlah manusia Indonesia yang sering mampir dan masuk masjid, namun ternyata grafik koruptor di Indonesia juga semakin bertambah.
Berapa pula masjid yang dibangun setiap tahun, namun ternyata hanya sekutil umat saja yang mau meramaikannya. Itupun hanya seminggu sekali saat hari Jum’at saja, dan datangnya pun di akhir-akhir saat khatib sedang berdoa di khutbahnya. Tidakkah kita melihat ada kesenjangan antara fakta dan realita?

Kedudukan Masjid
Masjid adalah rumah Allah SWT yang didirikan untuk beribadah. Kata masjid diambil dari kata kerja dalam bahasa arab: sajada, yang artinya meletakkan dahi di atas tanah. Tempat-tempat yang digunakan untuk meletakkan dahi di atas tanah, disebut masjid.
Masjid mempunyai kedudukan yang agung di hati kaum muslimin biarpun ukuran masjid itu kecil. Karena di masjid, kita menjatuhkan kepala kita bersamaan dengan seluruh anggota badan kita.
Jika saat sebelum masuk masjid kita memuliakan kepala dan memandang hina kaki kita, maka saat kita masuk masjid, semua pandangan itu sirna. Kaki dan kepala berada dalam garis yang sama. Setara.
Ahli masjid adalah manusia yang pergi ke masjid untuk beribadah kepada Allah SWT. Namun, apa yang telah dilakukannya di masjid tidak hanya berhenti di sana, akan tetapi semua itu bisa ditularkan di luar masjid. Artinya, di dalam dan di luar masjid selalu dikondisikan dalam niat untuk beribadah kepada Allah SWT.
Maka, seorang pedagang yang cinta masjid akan selalu menjaga dirinya untuk tidak menipu pembeli barang dagangannya. Politisi yang cinta masjid tidak akan pernah mengingkari janji kepada rakyatnya. Seorang warga masyarakat yang sering ke masjid, pasti akan tidak pernah menyakiti tetangganya. Seorang pejabat publik pun pasti tidak akan korupsi, kalau memang ia cinta masjid.
Mereka itulah orang-orang yang hubungannya dengan Allah SWT tidak bisa dipalingkan oleh kenikmatan duniawi dan tidak disibukkan oleh kepentingan pribadi dan golongan. Tentang mereka Allah SWT berfirman dalam QS: 24: 37: “Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah dan bertaqwa kepadanya maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.”

Persoalan
Persoalannya sekarang adalah, mengapa begitu banyak masjid di Indonesia yang dibangun setiap tahunnya, namun mengapa pula bangsa Indonesia tetap tergolong sebagai salah satu bangsa terkorup di dunia? Mengapa hampir setiap tahun umat Islam berzakat di masjid, namun mengapa juga orang-orang miskin di Indonesia semakin bertambah?
Terlebih lagi, di sana-sini banyak masjid megah yang berdiri tegak. Ada yang kubahnya terdiri dari emas murni yang beratnya berkilo-kilogram. Ada masjid yang menjadi tempat wisata. Ada masjid yang dibangun sebagai sarana ”cuci dosa” koruptor. Ada juga masjid yang dipakai hanya untuk akad nikah. Tentu itu itu hak siapa saja.
Apakah tidak ”salah tempat” kalau masjid itu dibangun pada saat mental korupsi kita sedang bangkit-bangkitnya, hasrat cari untung kita lagi menuju puncaknya, dan kemalasan kita untuk memakmurkan masjid tengah melanda?

Pembinaan Umat
Kita memang menyambut baik berdirinya masjid-masjid itu. Apalagi jika alasannya didasarkan atas ketersediaan dana para donaturnya. Akan tetapi, sayang kalau di tengah kondisi krisis multidimensi ini, di antara hutang Indonesia yang semakin bertambah, bersama jeritan anak-anak yang tidak bisa sekolah, dan fakir miskin yang tidak bisa makan secukupnya, masjid-masjid itu ko’ terlalu megah dan sering sekali dibangun.
Karena saat ini pun sudah terlalu banyak masjid yang ramainya hanya pada waktu bulan Ramadlan saja. Belum lagi kalau kita menyadari fakta bahwa saat ini banyak masjid yang dijadikan sarang politik parpol tertentu dan kepentingan aktor tertentu.
Lebih baik diutamakan dulu aspek pendidikan atau pembinaan mental dan kesadaran umat melalui masjid-masjid yang telah lebih dulu ada. Masjid yang ada harus bisa mendidik umat untuk tidak bermental super cari untung, berwatak multikorup, dan berjiwa full kepentingan.
Itulah yang harus dilihat oleh kita semua. Mungkin karena itu mengapa masjid itu artinya: setiap tempat untuk bersujud. Maksudnya, kita harus menunggui masjid, yaitu: untuk menularkan jiwa masjid ke dalam jiwa umat (baca: kita) yang sering, jarang, atau tidak pernah ke masjid. Wallahu a’lam.

*) Miftah Rahmawati
Staf Pendidik TPA Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah kami saran dan kritik yang membangun demi kemajuan umat