Jumat, Februari 01, 2008

Muslim Paripurna

Kesinambungan Hidup: Cita Muslim Paripurna
*) Oleh: Drs. Abdul Rosyid, MM

Apa itu Islam? Apa kriteria muslim itu? Apa aktivitas utama muslim serta bagaimana sikap muslim yang kaffah (paripurna) itu? Sebesar apa kewajiban muslim untuk bertahan hidup? Secara bahasa, Islam berasal dari kata aslama-yuslimu-islaaman. Artinya “menuju ke kedamaian, keselamatan, ketentraman”, yang menandakan bahwa Islam menginginkan kita untuk berusaha sungguh-sungguh menuju suatu kondisi kedamaian, keselamatan, dan ketentraman. Kepastian dan ketegasan hukum pada suatu wilayah tertentu termasuk tujuan Diinul Islam (Al-Munjid;3).
Dunia Islam merupakan persoalan sekaligus solusi. Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, pernah menyusun sebuah buku yang berjudul ‘Dunia Baru Islam’. Ia mencoba membuat tafsir bebas dan luas mengenai keislaman menurut orang-orang Indonesia yang progresif. Soekarno cukup memahami bahwa dunia Islam memiliki dinamika kehidupan sendiri. Bagi Soekarno, jika terjadi kendala-kendala di dalam pelaksanaan aktivitas-aktivitas keislaman, maka solusinya cukup di-update dari apa yang telah diwahyukan Allah SWT kepada Rasul-Nya.
Tafsir atas Islam Paripurna
Allah SWT berfirman dalam QS: 2: 208: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”.
Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fii Zhilalil Qur’an, bahwa Islam adalah seruan kepada orang-orang yang beriman atas nama imannya. Iman adalah sifat atau identitas yang menjadikan mereka sebagai sosok yang unik, berbeda, dan selalu terhubung dengan Allah SWT yang menyeru mereka. Seruan ini adalah seruan kepada orang yang beriman untuk ber-Islam secara total.
Pemahaman seruan ini berarti bahwa seorang mukmin harus menyerahkan diri secara total kepada Allah dalam setiap urusan. Penyerahan diri harus dilakukan secara sebenar-benarnya dan menyeluruh baik dalam persepsi, pandangan, pemikiran, perasaan, niat, amal, senang, dan susah setiap mukmin. Seorang mukmin harus tunduk dan patuh kepada Allah SWT, ridla kepada hukum dan qadla-Nya, tenang, pasrah, dan mantap. Seorang mukmin harus pasrah kepada tangan (kekuasaan) Allah SWT yang membentuk langkah-langkahnya, dan percaya bahwa “tangan” itu akan berbuah kebaikan, ketulusan, dan kelurusan. Seorang mukmin juga harus merasa tenang dan tentram menempuh jalan itu ketika berangkat dan kembali di dunia dan akhirat.
Arahan seruan ini mengisyaratkan bahwa seorang mukmin harus memiliki mental untuk memberontak keraguan dalam melakukan ketaatan yang mutlak baik secara sembunyi maupun terang-terangan. Artinya, seruan ini setiap waktu ditujukan kepada orang-orang yang beriman agar mereka menjadi suci dan bersih, tulus dan ikhlas. Hingga getaran-getaran jiwa dan arah perasaan mereka pun sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah, tuntunan Nabi, dan agama tanpa rasa ragu, bimbang, apalagi gamang.
Jadi bahwa ketika seorang muslim menyadari seruan ini, berarti ia telah masuk ke alam kedamaian dan keselamatan secara total. Alam yang penuh kemantapan dan ketenangan, keridlaan, tidak bingung, goncang, linglung, apalagi sesat. Damai dengan segala yang ada, yang berseri-seri dalam lubuk hati, yang membayang-bayangi kehidupan dan keselamatan di langit dan bumi.

Kesinambungan hidup: teladan Muhammad SAW
Aktivitas seorang muslim yang seharusnya dilakukan hendaknya sesuai dengan jadwal hidup yang telah dicanangkah oleh Allah terutama terhadap pembagian waktu kerja (ibadah) dalam QS: 78: 9-11: dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan kami jadikan malam sebagai pakaian dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan’.
Selain itu, sikap-sikap hidup yang telah disabdakan, dilakukan, dan yang pernah ditetapkan Rasulllah SAW juga harus diikuti. Antara lain adalah: ‘Jika engkau berada di waktu sore, jangan menunggu padi, begitupun sebaliknya.’ ‘Mulailah dari diri sendiri’. ‘Barang siapa ingin diluaskan anugerah rizkinya, dipanjangkan fungsi usianya, maka sambunglah tali persudaraan’. ‘Tularkanlah atau dakwahkan tentangku meskipun satu ayat, dan sebagainya.
Islam menjadi tidak penting untuk dikaji dan dipraktekkan, jika tidak ada kaitannya dengan urusan peningkatan kesinambungan hidup dan harga diri umatnya. Karena itu, segala hal yang terkait dengan kelanjutan dan kesinambungan hidup kita merupakan suatu keharusan. Termasuk di dalamnya berusaha atau berbisnis. Salah satu usaha untuk mengenal Islam adalah meneladani sejarah hidup Rasulullah Muhammad SAW sebagai praktisi bisnis atau pedagang.
Agar bisnis sukses, maka umat Islam harus meniru dan meneladani sifat Rasulullah SAW; shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah ketika berdagang. Syeikh Ahmad Rifa’i, ulama abad ke-19 asal Jawa Tengah, menyebutkan bahwa Rasulullah SAW juga sosok yang telaten, teberen, unen, open, tetiron, tetakon, benere kang diluru.
Namun, konsep bisnis yang sesuai dengan teladan Rasulullah SAW tersebut, memerlukan objek atau aktivitas atau bisnis (usaha) yang perlu diprioritaskan. Masing-masing kita diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan, bisnis apa yang paling disenangi dan disanggupi. Firman Allah SWT dalam QS: 92: 4: sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda
Artinya, yang terpenting adalah bahwa muara dari semua aktivitas manusia secara umum adalah kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Allah berfirman dalam QS: 61: 10-11: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.”
Islam merupakan agama yang mengandung nilai-nilai aktivitas yang bergerak. Islam sebagai agama gerakan bergerak menuju kedamaian, ketentraman, kemakmuran, dan yang terpenting adalah terlaksananya semua rukun Islam. Rukun Islam sebagai pilar Islam harus tegak. Apalagi zakat dan haji yang hanya dapat terlaksana dengan lancar jika ada dana yang cukup, di samping kesadaran umat untuk membiasakan Syahadat (niat yang tulus), Salat, Puasa, dan shilaturrahim (merekatkan tali persaudaraan).
Meski begitu, ber-Islam tidak hanya berhenti di situ, karena banyak sekali persoalan yang harus dihadapi oleh masing-masing kita sebagai umat Islam untuk tetap berkesinambungan dalam hidup ini (survive). Persoalan itu adalah bagaimana umat Islam memiliki sikap hidup dalam aktivitas yang bergerak itu. Sikap hidup yang paling mudah dilakukan adalah semua yang telah dikatakan, dipraktekkan dan ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Bagaimana beliau SAW bersikap untuk tetap survive di dalam kehidupannya? Salah satu jawabannya adalah bahwa karena beliau SAW adalah seorang praktisi bisnis.
Aktivitas bisnis yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan paling mudah ditiru oleh umatnya adalah menjadi seorang tajir (pedagang) yang dipraktekkan dengan penuh integritas dan disiplin. Itulah salah satu tawaran penulis untuk kita semua dalam usaha untuk ber-Islam secara paripurna (kaaffah). Semoga kita semua selalu diberkahi Allah SWT untuk menuju ke arah paripurna itu. Wallahu a’lam.

*) Drs. Abdul Rosyid, MM
Penulis adalah jamaa’ah masjid Jendral Sudirman dan praktisi bisnis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah kami saran dan kritik yang membangun demi kemajuan umat